Sabtu, 31 Oktober 2009

Ikhwan juga manusia..

"Rocker juga manusia.. punya hati.. punya rasa.." sebuah lrik lagu yang sempet nge-trend di lingungan ane. Tetapi diplesetkan menjadi.. "Vendor juga manusia.. punya hati.. punya rasa.." simple tapi sangat mengena..!!


Akhir-akhir ini ane mendapatkan.. entahlah apakah itu teguran atau sebuah ejekan.. ada yg bilang "ente.. ikhwah masih doyan lembur.. kapan ibadahnya.??" pengen rasanya nampol tuch orang yang ngomong kaya gitu. Kalo ga inget hadits .. "...... seorang muslim haram menumpahkan darah, merampas harta dan menodai kehormatan muslim lainnnya (HR Muslim)



Kata-katanya itu loch .. emang kalo ane lembur trus ane ga ibadah..?? akhirnya ane cuekin aja.. hi..hi.. emang enak ane kacangin..

Sob.. ane sich masih husnudhon aje ama ente.. mungkin ente berusaha mengingatkan ane.. untuk menyeimbangkan antara dunia dan akhirat.. tapi ape ente lupa kalo kerja juga ibadah bahkan itu sebuah perintah suci dari Allah azza wa jalla dan Rasulullah saw..

"Kami telah menjadikan untukmu semua didalam bumi itu sebagai lapangan mengusahakan kehidupan. Tetapi sedikit sekali kamu berterima kasih." (QS. Al A'raf: 10)

Dan dalam sebuah hadits:
"Demi, jika sesorang diantara kamu membawa tali dan pergi kebukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul kepasar untuk dijual, dengan bekerjaitu Allah mencukupi kebutuhanmu, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain (HR. Bukhari Muslim)

Sob.. kalo ente mendefinisikan ibadah itu hanya berkecimpung diseputar Sholat, dzikir, puasa.. ente salah sob..

Sob.. Coba ente buka-buka lagi materi-materi yang pernah ente dapet.. buka dach materi Marifatul Islam bab Khosoisul Islam (karakteristic Islam) point 3, 4 ama 5 (Syumuliyah, Al Waqi'iyah, Al Wasathiyah)

Sob.. ada sebuah buku bagus yang kayanya ente kudu beli (buku ane ude dihibahkan) yang judulnye: "Sudahkah Kita Tarbiyah? Refleksi seorang Mutarrabbi" tulisan Eko Noviyanto..

Sob.. jangan ente sama ratakan orang2 yang mencari nafkah sampai larut malam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dengan orang-orang yang workholic yaitu orang2 yang hanya mengejar sisi duniawi saja.. itu beda sob.. ibarat bumi dan langit.. karena orang2 yang mencari nafkah sampai larut malam untuk memenuhi kebutuhan keluarganya telah di hibur oleh Rasulullah saw dalam beberapa hadits

"Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil (profesional atau ahli). Barangsiapa bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wa jalla (HR. Ahmad)

"Sesungguhnya diantara dosa2 ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, sedekah, atau haji namun hanya dapat ditebus dengan kesusah payahan dalam mencari nafkah (HR. Ath Tabrani)

"Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah (HR. Ahmad)

Sob.. adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga kita dapat merasakannya dan dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati (mendholimi) saudara kita..

( Jangan Kau Sakiti Saudaramu ya ikhwah....)

"Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti." (Qs.Ali Imran:193)

Imam Hasan al Banna mengemukakan:
"Islam adalah sistem yang syamil 'menyeluruh' mencakup semua aspek kehidupan. Ia adalah negara dan tanah air, pemerintah dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang dan keadilan, peradaban, dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, materi dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan pemikiran. Sebagaimana ia adalah aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang tidak lebih"

By Ikhwankopral
30 October 2009

Maraji:
1. 1100 Hadits terpilih (Sinar Ajaran Muhammad) oleh: Dr Muhammad Faiz Almath
Selengkapnya...

Kamis, 29 Oktober 2009

Kamasutra islami..??

PhotobucketSebagai bagian dari fitrah kemanusiaan, Islam tidak pernah memberangus hasrat seksual. Islam memberikan panduan lengkap agar seks bisa tetap dinikmati seorang muslim tanpa harus kehilangan ritme ibadahnya.

Bulan Syawal, bagi umat Islam Indonesia, bisa dibilang sebagai musim kawin. Anggapan ini tentu bukan tanpa alasan. Kalangan santri dan muhibbin biasanya memang memilih bulan tersebut sebagai waktu untuk melangsungkan aqad nikah.



Kebiasaan tersebut tidak lepas dari anjuran para ulama yang bersumber dari ungkapan Sayyidatina Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq yang dinikahi Baginda Nabi pada bulan Syawwal. Ia berkomentar,

“Sesungguhnya pernikahan di bulan Syawwal itu penuh keberkahan dan mengandung banyak kebaikan.”

Namun, untuk menggapai kebahagiaan sejati dalam rumah tangga tentu saja tidak cukup dengan menikah di bulan Syawwal. Ada banyak hal yang perlu dipelajari dan diamalkan secara seksama oleh pasangan suami istri agar meraih ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), baik lahir maupun batin. Salah satunya –dan yang paling penting– adalah persoalan hubungan intim atau dalam bahasafiqih disebutjima’.Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim –menurut Islam– termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam.

Selain itu jima’ yang halal juga merupakan iabadah yang berpahala besar. Rasulullah SAW bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)

Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itu lah setiap hubungan seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.
Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan mengalami kesulitan; Jangan sampai tidak makan, agar usus tidak menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.

.
Wajahnya Muram

Muhammad bin Zakariya menambahkan, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram. ”Sedangkan diantara manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya,melalui kenikmatan tiadatara yang dihasilkannya.Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri.

Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.

Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan yang berada dalam batas kewajaran manusia, adat dan agama. Tidak dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik seks menyimpang, seperti sodomi (liwath) yang secara medis telah terbukti berbahaya. Atau penggunaan kekerasaan dalam aktivitas seks (mashokisme), baik secara fisik maupun mental,yang belakangan kerapterjadi.Maka, sesuai dengan kaidah ushul fiqih “ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajibun” (sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan perkara wajib, hukumnya juga wajib), mengenal dan mempelajari unsur-unsur yang bisa mengantarkan jima’ kepada faragh juga hukumnya wajib.

Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, atau –bahkan— tidak mudah panas. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.Dan, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.

Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah SAW, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’.

Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).
.
Bau Mulut

Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tehnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.

Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.

Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.

Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari,

“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”

Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalm satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut,agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.”

Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya.

Allah SWT berfirman,

“Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).

.
Posisi Ijba’

Menurut ahli tafsir, ayat ini turun sehubungan dengan kejadian di Madinah. Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan seks dalam posisi ijba’ atau tajbiyah.

Ijba adalah posisi seks dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut.

Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
.
Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi..”

Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya.

(Kang Iftah. Sumber : Sutra Ungu, Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam, karya Abu Umar Baasyir)

sumber: http://hafez.wordpress.com
Selengkapnya...

Selasa, 27 Oktober 2009

Masa sich Onani Boleh Menurut Islam???

Sebelum dijelaskan mengenai hukum onani/masturbasi dalam Islam. Ada satu hal yang dapat anda buktikan sendiri tanda-tanda orang yang suka melakukan onani. Kok bisa ya? Bukankah biasanya perbuatan itu dilakukan dengan sangat rahasia? Kalau tidak percaya buktikan saja sendiri. Ini adalah yang telah dilakukan oleh teman saya yang jahil dan suka iseng. Tapi untuk kamu-kamu yang tidak jahil dan iseng apalagi para pengemban dakwah Islam, hal ini jangan pernah sekalipun dilakukan ya, karena akan membuat malu orang-orang tersebut (para pelaku onani). Dan bisa membuka aibnya, juga bisa menurunkan izzah(kemuliaan)mu. Tanyanya: “Kalian tau nggak tanda-tanda orang yang suka melakukan onani?”. Temen-temen yang kebetulan sedang ngerubung membahas masalah pernikahan, sebagian menggeleng tanda kebingungan, dan sebagian lagi menjawab “Dengkulnya kopong men!”. Yang lain lagi cuma nyengir kuda.


Katanya: “Biasanya orang yang suka melakukan onani, kalau diperhatikan telapak tangannya, tumbuh bulu-bulu halus yang nyaris tanpa warna. Tergantung intensitas onani yang dilakukan. Semakin sering orang tersebut melakukannya maka bulu-bulu itu semakin tampak dan jelas.” Kok nganeh ya??? Nah, sekarang sebelum tahu kenapa hal itu bisa terjadi, coba sebelum baca article selengkapnya untuk kamu-kamu para pelaku onani, buktikan sendiri dech. Lihat telapak tangan kamu secara detail, ajaib banget loch!!! Tapi untuk bukan para pelaku onani nggak perlulah melakukannya. Karena kamu nggak akan pernah bisa melihatnya.

Fenomena perzinahan dan penyimpangan seksual pada zaman sekarang ini sudah sangat menghawatirkan. Hal ini dikarenakan banyaknya sarana-sarana yang telah dibuat oleh para pengikut hawa nafsu. Mulai dari tontonan seronok, wanita yang berbusana tapi sesungguhnya telanjang, article-article cabul, pergaulan non muhrim yang telah kelewat batas, menjadi penyebab timbulnya kehancuran akal sehat manusia. Adapun onani atau masturbasi, adalah efek awal yang timbul atas sebab-sebab di atas.


HUKUM ONANI

Disalin dari kitab Halal dan Haram dalam Islam, Syaikh Dr. Yusuf Qardhawi, penerbit Robbani Press, cetakan pertama, September 2000 M.

Kadang-kadang naluri seksual anak muda bergejolak, lalu dia mengeluarkan sperma dengan tangannya untuk mengendorkan saraf dan menenangkan gejolaknya. Perbuatan ini dikenal dengan istilah “onani”.

Mayoritas ulama mengharamkannya. Imam Malik berdalil dengan firman Allah:

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (al-Mu’minun: 5-7)

Sedang orang yang melakukan onani, sesungguhnya dia telah melampiaskan syahwatya dengan “cara di balik itu”

Akan tetapi Imam Imam Ahmad bin Hanbal menganggap bahwa sperma adalah kelebihan sesuatu dari tubuh, karena itu boleh mengeluarkannya sebagaimana halnya memotong daging yang labih. Pendapat ini juga dikuatkan oleh Ibnu Hazm.

Tetapi para fuqaha Hanabilah mensyaratkan bolehnya onani ini dengan dua hal:

Pertama, karena takut berbuat zina

Kedua, karena tidak mampu menikah.

Kita dapat mengambil pendapat Imam Ahmad ketida syahwat sedang bergejolak dan dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam perbuatan zina, seperti seorang pemuda yang sedang menuntut ilmu atau bekerja di negeri asing yang jauh dari tanah airnya, sedangkan hal-hal yang dapat merangsang syahwat banyak terdapat di depannya, dan dia khawatir akan berbuat zina. Maka tidaklah terlarang dia melakukan onani ini untuk memadamkan gejolah syahwatnya, dengan catatan tidak berlebih-lebihan dan tidak menjadikannya sebagai kebiasaan.

Sikap yang lebih utama ialah mengikuti petunjuk Rasulullah saw terhadap pemuda Muslim yang belum mampu menikah agar banyak berpuasa. Karena puasa dapat mendidik kehendaknya mengajari kesabaran, menguatkan mental taqwa dan merasa diawasi oleh Allah. Beliau bersbda:

“Wahai segenap kaum muda! Barangsiapa di antara kalian sudah mempunyai kemampuan maka hendaklah dia menikah, karena menikah lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia perpuasa, karena puasa merupakan perisai baginya.” (HR. Bukhari Muslim)

Disalin dari Majalah Fatawa Vol. III/No. 9/Agustus 2007/Rajab-Sya’ban 1428

FATWA ULAMA

[Al-Muntaqa min Fatawa Fadhilah Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan IV/273-274]

Pertanyaan:

Saya seorang pelajar muslim (selama ini saya terjerat oleh kebiasaan onani/masturbasi. Saya diombang-ambingkan oleh dorongan hawa nafsu sampai berlebih-lebihan melakukannya. Akibatnya saya meninggalkan shalat dalam waktu yang lama. Saat ini, saya berusaha sekuat tenaga (untuk menghentikannya). Hanya saja, saya seringkali gagal. Terkadang setelah melakukan shalat witir di malam hari, pada saat tidur saya melakukannya. Apakah shalat yang saya kerjakan itu diterima? Lantas, apa hokum onani? Perlu diketahui, saya melakukan onani biasanya setelah menonton televisi atau video.

Jawaban:

Onani/Masturbasi hukumnya haram dikarenakan merupakan istimta’ (meraih kesenangan/kenikmatan) dengan cara yang tidak Allah halalkan. Allah tidak membolehkan istimta’ dan penyaluran kenikmatan seksual kecuali pada istri atau budak wanita.

Allah berfirman: “Dan orangorang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki.” (Al-Mukminun: 5-6)

Jadi, istimta’ apapun yang dilakukan bukan pada istri atau budak perempuan, maka tergolong bentuk kezaliman yang haram. Nabi telah memberi petunjuk kepada para pemuda agar menikah untuk menghilangkan keliaran dan pengaruh negative syahwat. Beliau bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa diantar kalian telah mampu menikah, maka hendaklah dia menikah karena nikah itu lebih menjaga kemaluan. Sedang barangsiapa yang belum mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu akan menjadi tameng baginya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Rasulullah memberi kita petunjuk untuk mematahkan (godaan) syahwat dan menjauhkan diri dari bahayanya dengan dua cara berpuasa untuk yang tidak mampu menikah, dan menikah untuk yang mampu. Petunjuk beliau ini menunjukkan bahwa tidak ada cara ketiga yang para pemuda diperbolehkan menggunakannya untuk menghilangkan (godaan) syahwat. Dengan begitu, maka onani/masturbasi haram hukumnya sehingga tidak boleh dilakukan dalam kondisi apapun menurut jumhur ulama.

Wajib bagi Anda untuk bertobat kepada Allah dan tidak mengulanginya kembali perbuatan seperti itu. Begitu pula, Anda harus menjauhi hal-hal yang dapat mengobarkan syahwat Anda, sebagaimana yang Anda sebutkan bahwa Anda menonton televisi dan video serta melihat acara-acara yang membangkitkan syahwat. Wajib bagi anda menjauhi acara-acara itu. Jangan memutar video atau televise yang menampilkan acara-acara yang membangkitkan syahwat karena semua itu termasuk sebab-sebab yang mendatangkan keburukan.

Seorang muslim seyogyanya (senantiasa) munutup pintu-pintu keburukan untuk dirinya dan membuka pintu-pintu kebaikan. Segala sesuatu yang mendatangkan keburukan dan fitnah pada diri Anda, hendaknya Anda jauhi. Diantara sara fitnah yang terbesar adalah film dan drama seri yang menampilkan perempuan-perempuan penggoda dan adegan-adegan yang membakar syahwat. Jadi Anda wajib menjauhi semua itu dan memutus jalannya kepada Anda.

Adapun tentang mengulangi shalat witir atau nafilah, itu tidak wajib bagi Anda. Perbuatan dosa yang Anda lakukan itu tidak membatalkan witir yang telah Anda kerjakan. Jika Anda mengerjakan shalat witir atau nafilah atau tahajjud, kemudian setelah itu Anda melakukan onani, maka onani itulah yang diharamkan –Anda berdosa karena melakukannya-, sedangkan ibadah yang Anda kerjakan tidaklah batal karenanya. Hal itu karena suatu ibadah jika ditunaikan dengan tata cara yang sesuai syariat, maka tidak akan batal/gugur kecuali oleh syirik atau murtad –kita berlindung kepada Allah dari keduanya-. Adapun dosa-dosa selain keduanya, maka tidak membatalkan amal shalih yang telah dikerjakan, namun pelakunya tetap berdosa.


Pandanganku…..

Menindaklanjuti tanda-tanda orang yang suka melakukan onani, seperti apa yang disebutkan pada permulaan article adalah sebuah kebohongan belaka. Itu tak lain hanyalah sebuah candaan orang-orang jahil dan iseng. Lantas kenapa saya melakukan candaan tersebut?

Sebenarnya adalah karena untuk sekedar mengingatkan para juru dakwah untuk tidak melakukan apa yang telah saya sebutkan diatas. Yaitu, terkejut dan tanpa sadar melihat telapak tangannya. So, malu dong. Kok juru dakwah melakukan onani, hilang dech izzah kita sebagai juru dakwah. Seperti temen saya yang iseng dan jahil tersebut, dia cuma mesem-mesem memperhatikan tingkah sebagian teman saya yang pada bengong memperhatikan telapak tangannya. Kemudian dia tertawa terpingkal-pingkal.

“Ha..ha..ha… ternyata kamu, kamu, kamu, kamu adalah orang yang suka melakukan onani!” ucapnya kegirangan.

“Sembarangan loe, gimana elo bisa tau, kalo kita-kita ini suka melakukan onani?” teriak salah seorang dari mereka, sewot.

“Loch, buktinya kalian memperhatikan telapak tangan kalian! Gimana bisa telapak tangan tumbuh bulu, monyet aja gak tumbuh, yang boten-boten aja! Ha..ha..ha…”, tawanya semakin keras.

“Kurang ajar loe! Dasar Gemblung! Sontoloyo! Dableg!”, teriak yang lain sambil mengejar temen saya yang iseng dan jahil itu. Habis dech dia dijitakin dan dikekep badannya sampe gelegapan. Sementara sebagian yang lain cuma tutup mukanya yang merah karena malu ketauan. Dan saya cuma nyengir. Begitulah kalau kita bergaul dengan kalangan umum, ada sedikit humoria yang terjadi secara tidak terduga. Tapi yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mewarnai dan meluruskan mereka dengan nilai-nilai Islami yang sempurna dan menyesuaikannya dengan karakter dari lingkungan tersebut tanpa pernah menyalahi syariat yang ada. Kalau kita melakukannya dengan cara yang tidak simpati, mereka pasti malah menjauhi kita dan antipati sambil mengatakan kita sok suci.

Bagaimana dengan Anda? Saya harap Anda tidak melakukannya. Dan bagi yang sudah melakukannya, nanti-nanti kalo ada candaan-candaan yang gak masuk akal seperti ini jangan dilakukan ya, terlebih lagi, khususnya untuk para pengemban dakwah loch. Dan kalo yang sudah terlanjur melakukannya, pura-pura aja lagi ngeliat ada duri yang tertancap atau kotoran yang melekat sambil menggosok-gosokkan kedua tangan. Tapi jangan sampe merah ya mukanya.

Jadi gak mungkin kan kalo telapak tangan sampai berbulu. Gunain akal sehat dech, seperti apa yang ada dalam ushul al-‘isyrin yang keempat: “Jimat, mantra, guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib, dan semisalnya, adalah kemungkaran yang harus diperangi, kecuali mantra dari ayat Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah saw.”

Atas penjelasan ulama-ulama di atas, maka saya pribadi sebagai muqallid, melihat atas hujjah yang paling benar, berdasarkan akal yang kita miliki dan realitas yang terjadi di sekitar kita. Karena itulah maka saya mengambil hukum onani adalah HARAM, karena merujuk pada dalil yang lebih kuat yaitu : “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (al-Mu’minun: 5-7) dan onani adalah termasuk mencari dibalik itu.

Ada cara yang mungkin bisa kita lakukan untuk menghindari kebiasaan buruk itu:

1. Seperti apa yang disebutkan dalam hadis diatas, menikah bila mampu atau puasa bila tidak mampu. Puasa disini yang terpenting bukan puasa menahan lapar dan haus loch. Tapi puasa dari memikirkan hal-hal yang bisa membangkitkan syahwat. Seperti contoh diatas, sehabis shalat witir malam hari kemudian dia melakukan onani. Sekalipun siangnya puasa, tetap saja kan hal itu tidak bisa dihindari, soalnya sudah menjadi kebiasaan. Jadi yang terpenting adalah puasa pikiran (PIKTOR/pikiran kotor) dan konsentrasikan pikiran kamu-kamu terhadap hal-hal yang bermanfaat

2. Melakukan aktifitas apapun untuk menghindarkan kita dari bengong

3. Jauhi acara televisi yang menampilkan adegan seronok, wanita cantik dan pria keren, nyanyian artis wanita dan lain-lain

4. Jauhi surat kabar yang menerbitkan cerita-cerita jorok, gambar atau poster wanita cantik atau pria keren

5. dan lain sebagainya, kalau perlu nggak usah dech nonton televise atau baca-baca buku selain tentang agama, ilmu pengetahuan dan berita-berita

Apa bisa ya???

Insyaallah bisa kalau kita berniat ikhlas karena Allah semata. Untuk dosa yang pernah kita lakukan, tidak ada kata terlambat untuk segera bertaubat. Jangan biarkan titik noda-noda hitam menutupi hati kita. Wallahu’alam.

(sumber: http://al-ikhwany.blogspot.com)
Selengkapnya...